Kamis, 02 Maret 2017

Bid'ah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)

Sholat Tarawih Pada Masa Kholifah Umar Bin Khattab

Disebutkan dalam kitab Sahih Bukhari :
"Dari Abdurrahman bin Abdul Qarai, beliau berkata : Saya keluar bersama Sayidina 'Umar bin Khathab (Khalifah) pada suatu malam bulan Ramadhan pergi ke mesjid (Medinah). Didapati dalam mesjid orang-orang shalat tarawih berpisah-pisah. Ada orang yang sembahyang sendiri-­sendiri, ada orang yang shalat dan ada beberapa orang di bela­kangnya, maka Sayidina Umar berkata: Saya berpendapat akan memper­satukan orang-orang ini. Kalau disatukan dengan seorang Imam sesungguhnya lebih baik, lebih serupa dengan shalat Rasulullah. Maka dipersatukan orang-orang itu shalat di belakang seorang Imam namanya Ubay bin Ka'ab.

Kemudian pada satu malam kami datang lagi ke mesjid, lantas kami melihat orang-orang shalat bersama-sama di belakang seorang Imam. Sayidina Umar berkata : Ini adalah bid'ah yang baik." (H. Riwayat Imam Bukhari, lihat Sahih Bukhari I, halaman 241 - 242).

Perluasan tempat Sa’i, 22 Maret 2006 M

Perluasan tempat Sa’i (Mas’a) di Masjidil Haram Makkah tidak perlu diragukan lagi, karena berdasarkan surat keputusan (Qarar) dari Majelis Ulama Arab Saudi tentang dibolehkannya perluasan mas’a bernomor 227 tertanggal 22 Safar 1427 H bertepatan tanggal 22 Maret 2006 M.

Qarar tersebut dilaksanakan di Riyadh selama 3 hari dari 18 Safar 1427 H, berjumlah dua lembar berkop resmi Kerajaan Arab Saudi yang ditandatangani Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhammad Al Assyekh dan sederet tandatangan ulama lainnya sebanyak 18 tandatangan.

Pada alinea terakhir surat tersebut tertuliskan “Fa Innahu La Yajuzu Tausiuha (Maka itu dibolehkan untuk dilakukan perluasan mas’a).”

Fatwa Baru tentang Lempar Jumrah 
Fatwa ini diambil dengan mempertimbangakn bahwa lempar jumrah adalah bagian yang tidak qath'i dalam ibadah haji.

Boleh, Lempar Jumrah Sebelum dan Sesudah Tergelincirnya Matahari
Mufti Arab Saudi Al Syaikh Abdul Aziz menegaskan diperbolehkannya melempar jumrah di Mina sebelum dan sesudah tergelincirnya matahari.

Perluasan tempat Lempar Jumrah
Salah satu bagian rituan ibadah haji di Tanah Suci yang rawan kecelakaan adalah melempar jumrah di Mina. Menyadari hal itu, Pemerintah Arab Saudi memperluas lokasi pelemparan jumrah atau jamarat menjadi lima lantai lengkap dengan jembatan dan fasilitas lain, termasuk eskalator.

Daerah Muaisim
Di Mina, jamaah haji Indonesia selalu menempati perkemahan di kawasan Al-Muaisim. Untuk bisa sampai ke lokasi jamarat, jamaah harus berjalan kaki melewati terowongan Al-Muaisim sekitar 3,5 km. Sangat berat dan melelahkan memang.

Menjadikan daerah Muaisim sebagai tempat mabit di Mina. Di masa Rasul, daerah Muaisim bukanlah kawasan Mina, bukan tempat mabit, tapi sekarang dimasukkan ke daerah Mina sebagai tempat Mabit/bermalam.

Tiangnya lempar jumrah pun diperlebar yang sekarang menjadi 10 meter (2004), yang di masa lalu hanya tiang kecil bundar. Terjadi perubahan-perubahan yang merupakan bid'ah (diada-adakan).

Kodifikasi Al-Qur'an
Peci, celana panjang, koko, kodifikasi Al-Qur'an, menyatukan Al-Qur'an ke dalam satu Mushaf dan menggandakannya. Sahabat Ibnu Mas'ud, Umar dan Abu Bakar merasa kuatir, namun menurut Ali, ini bukan masalah bid'ah ada dasarnya karena bagus bagi umat setelah para Sahabat.

Ketauhilah bahwa keadaan mushaf Ustmani dahulu huruf-hurufnya tidak bertitik, tidak berharokat dan tiada i’rabnya. Sebab ditinggalkanya i’rab saat itu-menurut pendapat ulama, karena mereka tidak membutuhkan i’rab pada masa pemerintahan Ustman. Mengapa?

Kerena mereka semuanya adalah orang orang Arab, mereka tidak mengenal salah baca dan tidak ada ilmu nahwu pada zaman mereka. Orang yang pertama kali menetabkan nahwu dan menyusun i’rab dalam mushaf adalah Abul Aswad Ad Dua’ali, seorang tabiin dari Basrah.

Sumber: Orang yang Pertama Kali Menuliskan Harokat dan Titik Pada Mushaf

Ada beberapa pendapat yang berbeda tentang siapakah yang pertama kali menggagas penggunaan tanda titik ini untuk mushaf al-Qur'an. Namun pendapat yang paling kuat tampaknya mengarah pada Nashr bin 'Ashim dan Yahya bin Ya'mar. Ini diawali ketika Khalifah Abdul Malik bin Marwan memerintahkan kepada al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafy, gubernur Irak waktu itu (75-95 H), untuk memberikan solusi terhadap 'wabah' al-'ujmah di tengah masyarakat. Al-Hajjaj pun memilih Nahsr bin 'Ashim dan Yahya bin Ya'mar untuk misi ini, sebab keduanya adalah yang paling ahli dalam bahasa dan qira'at.

Sumber: Pemberian Titik Pada Huruf Alquran - Nuqath Al-I'jam

Masjid yang berkubah dan bermenara tidak ada di jaman Rasul
Masjid di masa Rasul tidak ada kubahnya, tidak ada menaranya, tidak ada mihrobnya dan di lantai 2. Kubah dan Menara ditradisikan di masa Raja Muhammad Al-Fatih pada tahun 1453 M. Gereja Hagia Sophia diminta oleh Raja untuk menjadi Masjid. Turunkan tiang-tiang salibnya, turunkan gambar-gambar Bunda Maria-nya, biarkan Kubahnya dan biarkan Menaranya. Maka pada saat itu masjid berkubah dan bermenara menjadi tradisi.

Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran

Apabila tidak setuju dengan suatu amalan, cukupkan untuk diri sendiri tapi tidak mencaci-maki orang lain.

“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran” (Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708)

Ada yang dengan dalih mengajak ke sunnah, memurnikan Tauhid, dsb tapi justru mencaci ummat Islam dengan kata-kata: “Ahlul Bid’ah”, Musyrik, Sesat, dan sebagainya. Bukannya mengikuti sunnah, akhirnya justru melanggar perintah Allah dan RasulNya karena Allah melarang kita mencela sesama Muslim.

Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki atau perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 58)

Segala sesuatu amalan dalam urusan agama yang tidak memiliki dasar atau dalil dalam agama, namun sejalan dengan dalil-dalil dalam agama.

Peringatan Maulid Baginda Rasul S.A.W

Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

وَسَلَامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا

* Firman Allah : "(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan" (QS Maryam 33)

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

* Firman Allah : "Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan" (QS Maryam 15)

Sumber:














Tidak ada komentar:

Posting Komentar