Diambil dari beberapa sumber / situs untuk keperluan sendiri dan umum bagi kalian yang membacanya:
Haji Qiran: Umrah dan haji dilakukan secara bersamaan.
Haji Ifrad: Berhaji dan berumrah secara terpisah. Selesai haji baru umrah atau umrah sebelum musim haji, kemudian berhaji dimusim haji.
Haji Tamattu’: Mengerjakan umrah di musim haji, kemudian mengerjakan haji.
Sebagaimana ditegaskan dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim dari Hafshah, ia menanyakan: “Ya Rasulullah, mengapa orang-orang bertahallul dari umrah, sementara engkau sendiri tidak bertahalul dari umrahmu?” Maka Rasulullah pun menjawab, “Sesungguhnya aku telah membiarkan rambutku menggempal, kusut dan mengikat binatang kurbanku sehingga aku tidak akan bertahallul sebelum menyembelihnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan firman Allah: fa man kaana minkum mariidlan aubiHii adzam mir ra’siHii fa fidyatum min syiyaamin au shadaqatin au nusuk (“Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya [lalu ia mencukur], maka wajib baginya membayar fidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban.”)
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdur Rahman bin Ashbahani, aku pernah mendengar Abdullah bin Ma’qil berkata, aku pernah duduk dekat Ka’ab bin Ajrah di masjid ini, yaitu masjid Kufah. Lalu kutanyakan kepadanya mengenai fidyah dengan puasa, ia pun menjawab, aku pernah dibawa menghadap Nabi saw, sedang kutu berjatuhan di wajahku, maka beliau bersabda: “Aku tidak menduga bahwa gangguan yang engkau alami sampai seperti ini, apakah engkau mempunyai kambing?” “Tidak,” jawabku. Kemudian beliau saw. bersabda: “Berpuasalah tiga hari atau berikanlah makan kepada enam orang miskin, setiap orang miskin memperoleh setengah sha’ (Sha’ = 2 mud, 1 mud = 6 ons) makanan dan cukurlah rambutmu.” Jadi, lanjut Ka’ab bin Ajrah, ayat tersebut diturunkan khusus mengenai diriku, dan secara umum untuk kalian.
Imam Ahmad meriwayatkan, dari Ka’ab bin Ajrah, katanya, aku pernah dikunjungi Nabi ketika aku tengah menyalakan api di bawah kuali, sementara kutu berjatuhan di wajahku, atau ia mengatakan, di dahiku. Maka beliau pun bertanya, “Kutu-kutu kepalamu itukah yang menyakitimu?” “Ya,” jawabku. kemudian beliau bersabda, “Cukurlah rambutmu dan berpuasalah tiga hari atau berikanlah makan kepada enam orang miskin atau sembelihlah kurban.”
Mengenai hadits di atas, Ayub mengatakan, “Aku tidak tahu, mana yang didahulukan.”
Hadits senada juga diriwayatkan Imam Malik, dari Ka’ab bin Ajrah.
Mengenai firman Allah Ta’ala: fa fidyatum min shiyaamin au shadaqatin au nusuk (“..Maka wajib baginya membayar fidyah, yaitu berpuasa, atau bersedekah, atau berkurban,..”) Ibnu Abbas, mengatakan, “Jika menggunakan kata “au” (atau), maka manapun dari ketiga hal itu yang engkau kerjakan, maka engkau akan mendapatkan pahala.”
Berkenaan dengan hal itu, penulis (Ibnu Katsir) katakan, yang demikian itu merupakan madzhab empat imam dan utama pada umumnya. Dalam hal ini, seseorang diberikan pilihan, jika menghendaki ia boleh berpuasa, dan jika menghendaki ia boleh bersedekah, dengan tiga sha’ makanan, setiap orang miskin mendapatkan setengah sha’ makanan atau sama dengan dua mud, dan jika berkehendak ia juga boleh menyembelih kurban dan menyedekahkannya kepada para fakir miskin. Artinya, mana saja dari ketiga hal itu yang dipilih, maka sudah cukup baginya.
Oleh karena lafadz al-Qur’an menerangkan keringanan, maka dijelaskan dari hal yang lebih mudah kepada yang lebih mudah lagi, yaitu: fa fidyatum min shiyaamin au shadaqatin au nusuk (“..Maka wajib baginya membayar fidyah, yaitu berpuasa, atau bersedekah, atau berkurban,..”)
Dan ketika Nabi saw. menyuruh Ka’ab bin Ajrah melakukan hal itu, beliau membimbingnya kepada pilihan yang lebih utama, beliau bersabda, “Sembelihlah kambing, atau berikan makanan kepada enam orang miskin, atau berpuasalah tiga hari.” Semuanya itu baik dalam kedudukannya masing-masing. Segala puji bagi Allah.
Hisyam menceritakan, Laits memberitahu kami, dari Thawus, bahwa ia pernah berkata: “Fidyah berupa kurban atau memberikan makanan, dilakukan di Makkah, sedangkan puasa, boleh dilakukan di mana saja.”
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Mujahid, Atha’, dan Hasan al-Bashri.
sumber:
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/04/06/tafsir-ibnu-katsir-surat-al-baqarah-ayat-196/
Tatacara dan Makna Tahallul dalam Umroh
Pelaksanaan Tahallul bagi jamaah umroh adalah setelah jamaah umroh selesai melakukan Sai setelah Thawaf. Jadi begitu selesai Sai atau berjalan tujuh kali dari bukit Shofa ke bukit Marwah, maka jamaah Umroh langsung melakukan Tahallul.
Pelaksanaan Tahallul jamaah umroh tentu saja selalu dilakukan di bukit Marwah. Untuk jamaah umroh wanita, cukup dengan mengunting atau memotong tiga helai rambutnya. Sementara bagi jamaah laki-laki disunnahkah untuk menggundulnya secara plontos. Jamaah wanita tentu saja dipotong oleh jamaah wanita lain yang sudah bertahallul atau oleh suaminya. Haram dipotong oleh laki-laki lain yang bukan muhrimnya. Dan harus tetap menjaga auratnya selama pelaksanaan tahallul jangan sampai terlihat oleh orang lain yang bukan muhrim. Jadi bagi jamaah umroh wanita saat melakukan tahhalul memang perlu hati-hati.
Pelaksanaan cukup gundul bagi jamaah laki-laki tentu saja tidak dilakukan di bukit Marwah. Namun di luar Masjidil Haram. Biasanya setelah kita keluar dari pintu Masjidil Haram yang dekat dengan bukit Marwah banyak tukang cukur disana. Jamaah laki-laki bisa minta dicukur gundul dengan biaya sekitar 10-20 Real.
Khusus bagi jamaah laki-laki yang sudah memiliki niat untuk badal umroh, baik untuk orang tua dan keluarga yang sudah tiada, atau sudah tua atau sedang jatuh sakit dan tidak memungkinkan berangkat ke Baitullah maka pada saat tahallul pada umroh pertama ini tentu jangan dicukur gundul. Nanti setelah pelaksanaan badal umroh selesai maka silakan tahallul dengan cukur gundul.
Mengapa cukur gundul? Karena Rasulullah Muhammad SAW mendoakan 1 kali bagi jamaah umroh dan haji yang tahallul dengan tidak mencukur gundul. Sedang bagi jamaah umroh dan haji yang bertahallul dengan cukur gundul Rasulullah Muhammad SAW mendoakan sebanyak 3 kali.
sumber:
http://perjalananumroh.com/doa/doa-umroh-haji/tatacara-dan-makna-tahallul-dalam-umroh-dan-haji
Hukum Gundul Rambut Kepala
Hukum gundul atau botak atau mencukur habis rambut kepala tergantung maksudnya. Jika maksudnya adalah untuk tahallul haji dan umrah, itu diperintahkan. Jika maksudnya karena hajat (kebutuhan), lalu menggundul habis rambut kepala, juga dibolehkan. Sedangkan jika maksudnya sebagai syiar ibadah atau menganggap hal itu sebagai ibadah, maka termasuk dalam bid’ah. Adapun selain tujuan tadi, maka dibolehkan.
Ibnu Taimiyah rahimahullah merinci hukum gundul menjadi empat macam, ini salah-satunya:
Menggundul habis rambut kepala ketika haji dan umrah, ini termasuk yang diperintahkan. Hal itu diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, didukung dengan dalil Al Quran dan Hadits serta ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Allah Ta’ala berfirman,
لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ
“(Yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut.” (QS. Al Fath: 27).
Telah ada hadits yang mutawatir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau menggundul rambutnya saat haji dan umrahnya. Begitu pula hal ini dilakukan oleh para sahabat beliau. Di antara mereka ada yang menggundul habis saat tahallul, ada pula yang memendekkannya. Namun menggundul habis saat tahallul lebih utama daripada memendekkan. Oleh karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan,
{ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : وَالْمُقَصِّرِينَ }
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada para sahabat yang tidak membawa hadyu (hewan sembelihan) saat haji wada’ agar memendekkan rambut kepalanya selepas umrah, yaitu saat itu melakukan thawaf keliling Ka’bah dan bersa’i dari Shafa dan Marwah. Kemudian selepas melakukan haji, barulah mereka menggundul habis rambut kepalanya. Jadi ketika itu digabunglah antara memendekkan dan menggundul habis.
sumber:
https://rumaysho.com/8180-hukum-gundul.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar